Hipertensi pada
anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder). Terjadinya hipertensi
pada penyakit ginjal adalah karena :
1. Hipervolemia.
Hipervolemia oleh karena
retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap peningkatan
reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus larutan garam
fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi
glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan
mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan
gagal ginjal.
2. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Renini adalah ensim yang
diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus. Bila terjadi penurunan aliran
darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerulus, aparatus juksta
glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang akan merubah angiotensinogen
yang berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh “angiotensin
converting enzym” diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Selanjutnya angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli ginjal,
dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
3. Berkurangnya zat vasodilator
Zat vasodilator yang
dihasilkan oleh medula ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin, dan
bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal kronik yang berperan penting dalam
patofisiologi hipertensi renal. Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma, sindrom adrenogenital,
hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula menimbulkan hipertensi
dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan
hipertensi sekunder pada anak antara lain, luka bakar, obat kontrasepsi,
kortikosteroid, dan obat-obat yang mengandung fenilepinefrin dan pseudoefedrin.
GEJALA KLINIS
Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak
menimbulkan gejala. Gejala hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat
atau pada keadaan krisis hipertensi. Gejala-gejala dapat berupa sakit kepala,
pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, keringat
berlebihan, murmur, epistaksis, palpitasi, poliuri, proteinuri, hematuri, atau
retardasi pertumbuhan.
Pada krisis hipertensi dapat timbul ensefalopati
hipertensif, hemiplegi, gangguan penglihatan dan pendengaran, parese n.
facialis, penurunan kesadaran, bahkan sampai koma.
Manifestasi klinik krisis hipertensi yang lain adalah
dekompensasi kordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala oleh gejala
edema, dispneu, sianosis, takikardi, ronki, kardiomegali, suara bising jantung,
dan heptaomegali.
Patofisiologi
hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, Bare, 2002).
6. Tanda dan gejala hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang
tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan
adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi
sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak
dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam
penglihatan (Smeltzer, Bore, 2002).
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :
Crowin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :
·
Nyeri kepala
saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial,
·
Penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi,
·
Ayunan langkah
yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
·
Nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
·
Edema dependen
dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Gejala lain yang
umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit
kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan
lain-lain (Novianti, 2006).
Faktor-faktor resiko hipertensi
Faktor resiko hipertensi meliputi :
Faktor-faktor resiko hipertensi
Faktor resiko hipertensi meliputi :
1.
Usia ; Insiden
hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh
perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan
insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Tambayong, 2000).
1.
Jenis kelamin ;
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat, sehingga pada
usia diatas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Tambayong, 2000)
2.
Obesitas ;
adalah ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang
disimpan dalam bentuk lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital
jantung, paru dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak in aktif sehingga beban
kerja jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat
badan sebesar 20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas adalah penumpukan
jaringan lemak tubuh yang berlebihan dengan perhitungan IMT > 27.0. pada
orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja
lebih berat, oleh sebab itu pada waktunya lebih cepat gerah dan capai. Akibat
dari obesitas, para penderita cenderung menderita penyakit kardiovaskuler,
hipertensi dan diabetes mellitus (Notoatmodjo: 2003).
3.
Riwayat keluarga
; yang menunjukkan adanya tekanan darah yang meninggi merupakan faktor risiko
yang paling kuat bagi seseorang untuk mengidap hipertensi dimasa yang akan
datang. Tekanan darah kerabat dewasa tingkat pertama (orang tua saudara
kandung) yang dikoreksi terhadap umur dan jenis kelamin tampak ada pada semua
tingkat tekanan darah (Padmawinata, 2001).
4.
Merokok ;
Departemen of Healt and Human Services, USA (1989) menyatakan bahwa setiap
batang rokok terdapat kurang lebih 4000 unsur kimia, diantaranya tar, nikotin,
gas CO, N2, amonia dan asetaldehida serta unsur-unsur karsinogen. Nikotin,
penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian
tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin
sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi, dan tekanan kontraksi otot
jantung. Selain itu, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat
menyababkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai kerusakan lainnya
(Wijayakusuma, 2003).
5.
Olah raga ;
lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olah raga
isotonik dengan teratur akan menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olah raga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi
kurang melakukan olah raga akan menaikan kemungkinan timbulnya obesitas dan
jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi
(Tjokronegoro, 2001).
Klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan
diastolik, yaitu:
·
Hipertensi
derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
·
Hipertensi derajat
II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
·
Hipertensi
derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2
jenis :
1.
Hipertensi primer atau esensial adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan
darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor
lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan
kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk
terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam
lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan
darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami
tekanan darah tinggi.
2.
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi
sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal
jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem
hormon tubuh.
Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan
berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya
di atas normal.
PENGATURAN TEKANAN DARAH
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa
terjadi melalui beberapa cara:
·
Jantung memompa
lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
·
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang
sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu
jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan
saraf atau hormon di dalam darah.
·
Bertambahnya
cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi
jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
·
Aktivitas memompa jantung berkurang
·
Arteri mengalami pelebaran
·
Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih
kecil.
Target kerusakan akibat
Hipertensi antara lain:
·
Otak : menyebabkan stroke
·
Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan
·
Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung), gagal
jantung
·
Ginjal : menyebabkan penyakit
ginjal kronik, gagal ginjal terminal
GEJALA
Pada sebagian besar
penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja
beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).
Gejala Klinis Hipertensi: Pusing, mudah marah,
telinga berdengung, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di
tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
·
sakit kepala
·
kelelahan
·
mual
·
muntah
·
sesak nafas
·
gelisah
·
pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
DIAGNOSIS
Pasien didiagnosis menderita hipertensi apabila
tekanan darahnya diatas 120/80 mmHg. Pemeriksaan laboratorium
untuk Hipertensi ada 2 macam yaitu :
1. Panel Evaluasi Awal Hipertensi :
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan
2. Panel Hidup Sehat dengan
Hipertensi
Panel Dasar : untuk memantau keberhasilan terapi
Panel Lanjut : untuk deteksi dini penyulit
Panel Dasar : untuk memantau keberhasilan terapi
Panel Lanjut : untuk deteksi dini penyulit
TABEL :
JENIS
PEMERIKSAAN
|
Panel
Evaluasi Awal
Hipertensi
|
Panel Hidup Sehat
Dengan Hipertensi
|
|
Dasar
|
Lanjut
|
||
Hematologi rutin
|
v
|
||
Urine rutin
|
v
|
v
|
|
Glukosa Puasa
|
v
|
v
|
|
Glukosa 2 JamPP
|
v
|
||
Cholesterol Total
|
v
|
v
|
|
Cholesterol HDL
|
v
|
v
|
|
Cholesterol LDL direk
|
v
|
v
|
|
Trigliserida
|
v
|
v
|
|
Apo B
|
v
|
v
|
|
Status Antioksidan Total
|
v
|
||
hs-CRP
|
v
|
v
|
|
Urea-N
|
v
|
v
|
|
Kreatinin
|
v
|
v
|
|
Asam Urat
|
v
|
v
|
|
Cystatin-C
|
v
|
||
Mikroalbumin
|
v
|
v
|
v
|
Kalium
|
v
|
v
|
|
Natrium
|
v
|
v
|
|
Aldosteron
|
v
|
||
Troponin I
|
v
|
||
BNP
|
v
|
ETIOLOGI (PENYEBAB)
Penyebab pasti dari
hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih
90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya
tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1.
Penyakit Ginjal
·
Stenosis arteri renalis
·
Pielonefritis
·
Glomerulonefritis
·
Tumor-tumor ginjal
·
Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
·
Trauma pada
ginjal (luka yang mengenai ginjal)
·
Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2.
Kelainan Hormonal
·
Hiperaldosteronisme
·
Sindroma Cushing
·
Feokromositoma
3.
Obat-obatan
·
Pil KB
·
Kortikosteroid
·
Siklosporin
·
Eritropoietin
·
Kokain
4.
Penyebab Lainnya
·
Koartasio aorta
·
Preeklamsi pada kehamilan
·
Porfiria intermiten akut
·
Keracunan timbal akut.
Karena golongan terbesar
dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa
obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang
(anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan
darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin.
Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat
menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko timbulnya Hipertensi
Faktor Keturunan
Faktor Keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan
riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan
pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi
juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stress, kegemukan (obesitas)
dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan
antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. (saraf
simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf
parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.
Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan
ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai
kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum
dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi
penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal.
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan
hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit). Kebiasaan lainnya seperti merokok,
mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi
walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
PATOGENESIS
Banyak faktor-faktor yang berkontribusi untuk
pengembangan hipertensi primer termasuk mekanisme saraf abnormal, kerusakan
dalam autoregulasi peripheral, kerusakan sodium,calcium, dan hormon natriuretic ; dan
malfungsi dari beberapa mekanisme humoral atau vasodepressor.
a.
Komponen
saraf
Baik sistem saraf
sentral (CNS) maupun autonom terlibat dalam pengaturan tekanan darah arteri.
Stimulasi beberapa area tertentu dengan CNS (nucleus tractus solitarius, vagal
nuclei, pusat vasomotor, dan area postrema) dapat menyababkan peningkatan atau
penurunan tekanan darah. Sebagai contoh : α-adrenergic menstimulasi dengan CNS
meningkatkan tekanan darah melewati efek penghambatan dalam pusat vasomotor. Peningkatan angiotensin II, meningkatkan aliran keluar
simpatik dari pusat vasomotor, yang terbukti meningkatkan tekanan darah.
Berlokasi pada permukaan presinaptik dari terminal simpatik terdapat beberapa
variasi reseptor yang memacu atau menghambat pengeluaran norepinephine.
Reseptor presinaptik α dan β mengatur feedback (umpan balik) positif maupun negatif
untuk norephineprine yang berisi vesikel yang berlokasi dekat ujung saraf.
Stimulasi dari reseptor presinaptik α (α2) mendesak suatu penghambatan negatif dari pengeluaran
norephineprine. Sedangkan stimulasi reseptor presinaptik β memfasilitasi pengeluaran norephineprine lebih
jauh.Stimulasi reseptor postsinaptik α (α1) dalam arteriola dan venules menghasilkan
vasokonstriksi. Ada 2 tipe reseptor postsinaptik β (β1 dan β2). Stimulasi β1 di dalam hati
manghasilkan meningkatkn laju dan kontraksilitas hati. Sedangkan, stimulasi β2 dalam arteri dan
venules menyebabkan peristiwa vasodilatasi.
Kerusakan patologik pada beberapa componen saraf
(terutama 4 komponen saraf utama : CNS, serat-serat saraf autonom,
receptor adrenergic, dan baroreceptor) yang memperantarai tekanan darah arteri
dapat dapat menyusun sustain elevasi dalam tekanan darah. Karena keempatnya
sangat berhubungan secara fisiologis, kerusakan dari salah satu componen bisa
merusak fungís normal yang lain, dan dikombinasikan dengan abnormalitas bisa
menyebabkan hipertensi.
a.
Componen
autoregulatory peripheral
Abnormalitas pada ginjal dan proses autoregulatory
jaringan bisa menyebabkan hipertensi. Kenyataannya, sangat beralasan untuk
mendukung bahwa individu yang develop statu defect ginjal untuk
ekskresi sodium dan kemudian mereka mengatur ulang proses autoregulatory
jaringan menjadi tekanan darah arteri yang lebih tinggi.
Secara normal, mekanisme volume-adaptive dari
paru-paru bekerja dengan baik untuk menjaga status tekanan darah normal. Saat
tekanan darah turun, paru-paru beradaptasi dengan retaining lebih banyak sodium
dan air. Ini menyebabkan ekspansi volume plasma, yangmeningkatkan
tekanan darah. Sebaliknya, saat tekanan darah meningkat di atas normal, eksresi
air dan sodium ditingkatkan, volume plasma dan kardiak output dikurangi, dan
tekanan darah kembali ke normal.
Proses autoregulatory
local berjalan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan cukup. Saat permintaan
oksigen rendah, dasar arteriolar dalam keadaan konstraksi. Resistensi perifer
dipertahankan pada tingkat yang cukup untuk mengatur aliran darah cukup (aliran
= tekanan/resistensi). Suatu
peningkatan
dalam metabolisme permintaan memicu vasodilatasi
arteriolar melalui autoregulasi. Kemudian resistensi vascular peripheral yang
lebih rendah meningkatkan aliran darah dan penerimaan oksigen.
Suatu kerusakan inisial dalam
mekanisme adaptif ginjal bisa menyebabkan ekspansi volume plasma dan
meningkatkan aliran darah ke jaringan peripheral bahkan saat tekanan darah
normal. Untuk mengimbangi peningkatan aliran darah, proses autoregulatory
jaringan local akan menginduksi konstriksi arteriolar untuk meningkatkan resistensi
perifer vaskular. Dalam waktu tersebut, suatu dinding arteri yang lebih tebal
bisa terjadi, menghasilkan sebuah kenaikan penahan di resistensi peripheral
vascular. Suatu peningkatan total resistensi peripheral vaskular adalah masalah
yang dasar pada pasien dengan hipertensi primer.
terima ksih infonya, sangat bagus dan bermanfaat
BalasHapusOBAT DARAH TINGGI,
Obat Darah Tinggi
BalasHapus