Rabu, 30 November 2011

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN MASALAH KEPERAWATAN “HALUSINASI”


BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berprilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan hendaya yang cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang saring ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata atau klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari luar. Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar klien skizofrenia dengan halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.





















BAB II
LANDASAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN
1.      Masalah Utama : Halusinasi
2.      Proses Terjadinya Masalah
a)      Pengertian
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang
dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau
bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya
bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal
,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh
stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan
untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor
sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian
emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses
sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.
Berdasarkan
Halusinasi Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman
panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang
salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi
sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau
pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah
gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak
nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Ø  Tanda Dan Gejala
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

b. Penyebab
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya halusinasi, antara lain:
1. Faktor Biologis
a. Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic dapat menyebabkan respon neurobiologis
b. Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon neurbiologis misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
2. Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
3. Faktor Pikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi antara lain:
1. Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan abnormaltas pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi rangsangan. Stres biologis ini dapat menyebabkan respon neurobiologis yang maladaftive.
2. Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan perilaku. Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap stressor lingkungan yang terjadi.
3. Faktor Pemicu Gejala
a. Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang sampai berat, dan gangguan proses informasi.
b. Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan, gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
c. Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.

Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, stress berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998:156). Menurut Carpenito.L.J, 1998:381). Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan serta keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangakan menurut Rawlins,R.P dan Heacock, P.E (1998:423)isolasi sosial menarik diri adalah usaha untuk menghindar dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Isloasi sosial menarik diri sering menunjukan adanya perilaku (Carpenito, L.J 1998:382) :

Data Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesepian, penolakan
b. Melaporkan ketidaknyamanan kontak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tidak berguna

Data Objektif
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berimteraksi dengan orang lain

2.5 Rentang Respon
Menurut Stuart and Sundeen (1998: 302) persepsi mengacu pada identifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang Respon neurobiologis
Respon adaptif Respon maladptif

Pikiran logis pikiran kadang menyimpang kelaianan pikiran
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional berlebihan ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim untuk mengalami
Hubungan sosial Menarik diri emosi
Ketidakteraturan
Isolasi Sosial

Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998: 302)
c. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik diri sendiri dan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku:
Data Subjektif
a. Mengungkapkan, mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan persaan takut, cemas, dan khawatir
Data Objektif
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata melotot

2.7 Masalah dan Data yang harus dikaji
No Masalah Keperawatan Data Subjektif Data Objektif
Masalah Utama:
Gangguan persepsi sensori halusinasi

Masalah Keperawatan:
- klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu
- klien tidak mampu mengenal tempat, waktu dan orang

- kien mengatakan merasa kesepian
- klien mengatakan tidak berguna
- tampak bicara dan tertawa sendiri
- mulut seperti bicara tetapi tidak keluar suara
- berhenti berbicara seolah melihat dan mendengarkan sesuatu
- gerakan mata yang cepat

- tidak tahan terhadap kontak mata yang lama
- tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara
- tidak ada kontak mata
- ekspresi wajah murung, sedih tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri, kurang aktivitas
- tidak komunikatif

2.8 Pohon Masalah
Resiko Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Cp Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan Visual
Isolasi sosial : menarik diri











3.       POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan
Halusinasi
 
 










Menarik Diri


4.       Masalah Keperawatan
Diagnosa KeperawatanMasalah yang dapat dirumuskan pada umumnya bersumber dari apa yang klien perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang penting dari respon klien terhadap halusinasi. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pad aklien denganhalusinasi adalah sebagai berikut :
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain, halusinasi
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi, menarik diri
c. Isolasi sosial : menarik diri






5.       Rencana Keperawatan

a.  Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan
dengan halusinasi
Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat :
1. Mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal
2. Menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara
memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien
untuk digunakan
3. Menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering
berinteraksi dengan keluarga
4. Menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1.1. Bina Hubungan saling percaya
1.1.1. Salam terapeutik
1.1.2. Perkenalkan diri
1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang
1.1.5. Buat kontrak yang jelas
1.2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
1.4. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu
disesuaikan dengan kondisi klien)
1.5. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan
dengan halusinasi
1.6. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan
tingkah laku halusinasi
1.7. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
1.8. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat
alami halusinasi.
2.1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang
mengalami halusinasi.
3.1. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
3.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara
memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien
3.3. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami
halusinasi
4.2. Lakukan kunjungan rumah : Diskusikan dengan keluarga tentang :
4.2.1 Halusinasi klien
4.2.2 Cara memutuskan kelompok
4.2.3 Cara merawat anggota keluarga halusinasi
4.2.4 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian
halusinasi
4.2.5 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
mengalami halusinasi
5.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol
halusinasi
1.2.                Bantu klien menggunakan obat secara benar

Sp1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama : menghardik halusinasi.

Orientasi:
“Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama saya SS, senang dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil ap”
“Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar tetapi tak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit ”

Kerja:
“ Apakah D mendengar suara tampak ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“ Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keaadan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“ Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu.
“ Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
“ D, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Ke dua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ke tiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
“ Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
“ Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya tidak mau dengar,... Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu di ulang-ulang.. Sampai suara itu tak dengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu,.. Bagus! Coba lagi! Ya bagus D sudah bisa”

Terminasi:
“ Bagaimana perasaan D setelah peragakan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D? Bagaimana kalau 2 jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya?”
“ Baiklah, sampai jumpa. Assalamualaikum”


SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ke dua: bercakap-cakap dengan orang lain

Orientasi:
Assalamualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul? apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? baerkurangkan suara-suaranya bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara ke dua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau dimana? Disini saja?

Kerja:
Cara kedua untuk mencegah atau mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini... Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya kakak D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-suara. Begitu D.Coba D lakukan sebentar saya tadi lakukan. Ya. Bagus. Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!”

Terminasi:
“ Bagaimana perasaanya setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang D dipelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi. Bagaimana kalau kita masukan dalam jadwal kegiatan harian D. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ke tiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau dimana/ Disini lagi? Sampai besok ya. Assalamualaikum”

SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi: “Assalamualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, Hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau dimana kau bicara? Baik kita duduk diruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja: ”Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya ( terus aja sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali D bisa lakukan. Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.

Terminasi: “ Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan tiga cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal ya! ( Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam ) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12 siangi? Di ruang makan ya! Sampai jumpa. Wassalamualaikum.


b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan
perilaku menarik diri
3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain :
perawat atau klien lain secara bertahap
4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau
menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk
bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri
3. Klien mau berhubungan dengan orang lain
4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara
bertahap dengan keluarga
Intervensi :
1.1. Bina hubungan saling percaya
1.1.1 Buat kontrak dengan klien
1.1.2 Lakukan perkenalan
1.1.3 Panggil nama kesukaan
1.1.4 Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
2.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan
perasaan penyebab klien tidak mau bergaul/menarik diri
2.2. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
yang mungkin jadi penyebab
2.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
3.1. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
3.2. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui
tahap-tahap yang ditentukan
3.3. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
3.4. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari
berhubungan
3.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi
waktunya
3.6. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan
3.7. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
4.1 Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan
keluarga
4.2 Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab
dan cara keluarga menghadapi
4.3 Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
4.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal
sekali seminggu

c.  Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap
Tujuan Khusus :
Klien dapat :
1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan
3. Klien mampu mengevaluasi diri
4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya
5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik
2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri
5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya
6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan rencanan
Intervensi :
1.1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada
dirinya dari segi fisik
1.2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya
1.3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di
rumah dan di rumah sakit
1.4. Berikan pujian
2.1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien
2.2. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien
2.3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien
3.1. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien
terhadap stressor
3.2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi
pikiran dan perilakunya
3.3. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak
realistik
3.4. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
3.5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok
3.6. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif
3.7. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptif
4.1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah
dirinya bukan orang lain
4.2. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri
(bukan perawat)
4.3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya
4.4. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang
diharapkan
4.5. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang
sesuai potensi yang ada pada dirinya
5.1. Beri kesempatan kepada klien untuk sukses
5.2. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan
5.3. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok
5.4. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai
individu yang unik
5.5. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah
5.6. Beri dukungan dan reinforcement positip untuk membantu
mempertahankan kemajuan yang sudah dimiliki klien

































BAB.III
P E N U T U P


Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan
klien.

Saran-saran
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis
dan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan
pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan
saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat
membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi
klien.



DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta, 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC,
Jakarta, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, Surabaya, 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.
Sagung Seto, Jakarta, 2001.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, Jakarta, 1998